Hakim Pemeriksa Pendahuluan Terkendala Masalah Teknis
Salah satu isu krusial yang diperkirakan akan memunculkan perdebatan dalam pembahasan RUU KUHAP adalah kehadiran Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang akan memutuskan apakah seseorang patut ditahan. Sejumlah masalah teknis diantaranya tantangan geografis, sumber daya hakim diperkirakan masih akan menjadi kendala.
"Kita punya Polsek yang lokasinya jauh sementara hakim di kabupaten, ini tantangan geografis, biaya membawa tersangka ke kabupaten bagaimana. Kalau negara seperti di Eropa mungkin bisa. Sebenarnya ini masalah teknis yang masih perlu difikirkan solusinya," kata M. Nurdin anggota Komisi III, usai raker dengan Menkumham di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/13).
Politisi FPDIP ini dapat memaklumi muncul suara penolakan dari institusi kepolisian terhadap pasal yang mengatur hal ini. “Seperti Pengadilan Tipikor di setiap provinsi, amanat UU yang ternyata sulit diwujudkan.” Nurdin melihat kemungkinan dalam kondisi tertentu bisa saja pihak berkompeten lain ditunjuk untuk melaksanakan tugas hakim ini.
Sebelumnya Ketua Tim Penyusun Draf RUU KUHAP Prof. Andi Hamzah menekankan sulit untuk tidak menerapkan peran Hakim Pemeriksa Pendahuluan. Hal ini karena Indonesia termasuk negara yang telah meratifikasi ICCPR - International Convenant on Civil and Political Rights.
"Dalam ICCPR dikatakan promptly, itu artinya lebih cepat dari segera mentransformsikan ke dalam hukum nasional. Jadi hakim pemeriksa pendahuluan ini mau tidak mau harus diadakan. Tugas utamanya begitu orang ditangkap segera bawa ke hakim untuk meminta penetapan. Jadi hakim melihat dan menilai misalnya ada orang lumpuh, buta, hamil tersangkut pidana apa perlu ditahan?," tandasnya. (iky), foto : wahyu/parle/hr.